Iwan Awaluddin Yusuf[1]

Bisa dikatakan, arus mudik dan arus balik adalah ritual budaya khas Indonesia. Ritual yang menjelma dari sekadar ekspresi religius menjadi fenomena sosial-ekonomi. Mudik Lebaran di Indonesia memiliki makna yang luas, tak sekadar “arus” melainkan aktivitas “ziarah” yang mengandung nilai budaya dan religius. Selain itu, mudik adalah cerminan semangat kekerabatan dan komunalitas, sekaligus ekspresi ketimpangan ekonomi kota-desa. Fenomena mudik Lebaran bersifat multidimensional. Dalam kaitan inilah, peliputan dan pemberitaan aktivitas mudik oleh media memerlukan kepekaan multiperspektif.

Selama ini, ada beberapa kecenderungan mitos monoton yang dianut media dalam peliputan dan penyajian berita mudik Lebaran. Pertama, mitos lalu-lintas: Semakin macet akibat antrean kendaraan atau semakin banyak kecelakaan, semakin bernilai berita. Kedua, mitos kriminal: semakin banyak peristiwa kriminal misalnya pencurian menjelang Lebaran, semakin bernilai berita. Ketiga, mitos liputan dengan sponsor: Semakin banyak sponsor dalam liputan mudik Lebaran, maka frekuensi dan intensitas berita mudik semakin tinggi. Keempat, liputan mudik sendiri identik dengan jadwal wartawan yang terpaksa piket karena tuntutan kerja sehingga terpaksa lembur dan tidak dapat mudik, melainkan harus menjalankan tugasnya. Dalam banyak kasus, wartawan pemula dianggap strategis meliput mudik sebagai bentuk penempaan mental di lapangan.

Padahal, jika pekerja media lebih “rajin” menggali dan memaknai konteks seputar mudik sebenarnya isu-isunya sangat luas dan variatif, tidak sekadar memenuhi mitos-mitos peliputan rutin tahunan. Konteks utama tersebut misalnya menyangkut kebijakan pemerintah, gaya hidup, tradisi dan budaya lokal, dampak sosial-ekonomi, dan tentu saja akses transportasi yang menjadi hajat utama para pemudik. Paradigma peliputan mudik seharusnya tidak hanya menyiarkan informasi kemacetan/kelancaran arus lalu-lintas, tetapi juga memberi pendekatan baru yang lebih atraktif, antara lain ekspedisi liputan, hiburan dengan menyajikan kesenian, budaya lokal, serta layanan pemudik, misalnya layanan kesehatan di posko-posko mudik. Siaran ini juga perlu melibatkan warga untuk menyampaikan informasi yang lebih populer dengan istilah jurnalisme warga.

sumber foto: http://www.menteridesainindonesia.blogspot.com

Berangkat dari kenyataan tersebut, penting bagi media untuk menciptakan inovasi dalam hal peliputan mudik, terutama bagi televisi yang dari tahun-ke tahun gencar memberitakan fenomena mudik Lebaran. Peliputan mudik lewat televisi sesungguhnya memiliki kekuatan dan kelebihan jika dibandingkan dengan jenis media lain, terutama jangkauan dalam pandangan mata yang terepresentasikan lewat gambar dan suara. Selain itu televisi dapat menampilkan wawancara langsung dengan narasumber terkait, serta interaktivitas dengan berbagai bentuk konvergensi liputan. Konvergensi ini maksudnya menyajikan berita dan informasi dengan memanfaatkan berbagai sarana seperti media sosial atau  saluran teknologi interaktif lainnya.

Saat ini, televisi dituntut memiliki desain peliputan mudik yang memiliki visi tidak hanya sekadar “kewajiban tahunan” demi mengejar rating, mengikuti kemauan sponsor/pengiklan, atau dari sisi idealis memberikan pelayanan masyarakat. Liputan mudik harus dimaknai sebagai layanan informasi, pendidikan, hiburan, kontrol/perekat sosial, serta pemberdayaan pemudik dan masyarakat. Secara lebih rinci, tujuan siaran mudik hendaknya mencakup:

  1. Layanan informasi bagi masyarakat tentang keadaan arus lalu-lintas, baik transportasi darat, laut, maupun udara yang dilalui oleh pemudik.
  2. Memberikan hiburan dan layanan masyarakat bagi para pemudik sekaligus kesempatan bagi pengembangan kesenian daerah di posko-posko peliputan.
  3. Menyediakan kesempatan masyarakat dan para pihak lainnya terlibat menggunakan saluran media sebagai penghubung berbagai kebutuhan terkait mudik di dalam dan luar negeri.
  4. Optimalisasi siaran informasi dengan melibatkan masyarakat sebagai wujud citizen journalism.

Dari aspek materi berita, liputan  mudik Lebaran diselenggarakan secara khusus untuk memberikan layanan informasi bagi para pemudik dan keluarga yang akan dikunjungi. Karena itu, berita-berita/informasi yang disuguhkan harus mengacu pada materi informasi yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya:

  1. Pengerahan/penambahan jumlah kendaraan angkutan umum.
  2. Peraturan-peraturan tentang batas kapasitan armada angkutan penumpang.
  3. Harga tiket bus, kereta api, kapal laut, atau pesawat terbang.
  4. Pengumuman penempatan rambu-rambu lalu-lintas yang baru.
  5. Informasi tentang cuaca, jalur utama, dan jalur alternatif.
  6. Sanksi atau ancaman hukuman bagi para pelanggar peraturan pemerintah.
  7. Kesiapan aparat Kepolisian/DLLAJR (Dinas Perhubungan).
  8. Informasi arus lalu-lintas (pada simpul-simpul rawan macet).
  9. Frekuensi/jumlah kendaraan pemudik dari waktu ke waktu.
  10. Kondisi fisik jalan raya, daerah rawan longsor, atau daerah rawan kejahatan.
  11. Informasi jalan alternatif bebas macet.
  12. Peristiwa kecelakaan lalu-lintas/kereta api/pesawat terbang.
  13. Peristiwa percaloan tiket di terminal bus, stasiun KA, hingga pelabuhan.
  14. Kesibukan di terminal bus, stasiun KA, bandara, serta pelabuhan.
  15. Kesibukan di rumah sakit, posko pemadam kebakaran, hingga POM bensin.
  16. Peristiwa tabrak lari, perampokan di jalan raya, atau tips menghindari kriminalitas copet, gendam, hipnotis, dan lain-lain.
  17. Informasi tentang frekuensi kejahatan dari pihak Kepolisian, dan lain-lain.
  18. Kondisi cuaca.
  19. Advokasi pemudik atau kebijakan tentang mudik.
  20. Kewaspadaan perjalanan di kendaraan umum.
  21. Objek wisata, kerajinan, rumah makan.

Selain berita-berita aktual, media perlu juga menyuguhkan informasi human interest seputar publik, seperti:

  1. Siaran khusus puasa dan Lebaran di luar negeri.
  2. Kemunculan ”Pasar Kaget” di bahu-bahu jalan.
  3. Hiburan rakyat di jalur mudik.
  4. Ulah pedagang asongan.
  5. Pelayanan refreshing gratis bagi para pengendara.
  6. Barang bawaan pemudik yang berlebihan.
  7. Pemudik yang menggunakan sepeda motor atau bajaj.
  8. Terminal bayangan ilegal.
  9. Tingkah-laku unik para pemudik/awak bus/aparat.
  10. Kesibukan aparat Polri/Dinas Perhubungan.
  11. Lalu-lintas uang dari kota-kota besar ke desa-desa.
  12. Kesibukan di pasar-pasar (maupun mall) menjelang Lebaran.
  13. Masyarakat miskin (dhuafa) yang tidak ikut menyambut Lebaran.
  14. Kesibukan umat Islam di masjid-masjid.
  15. Sikap dermawan (empati) umat Muslim dan Non-Muslim terhadap kaum dhuafa.
  16. Keramaian di tempat-tempat hiburan rakyat.
  17. Romantika Idul Fitri (pertemuan haru) sebuah keluarga miskin.
  18. Fluktuasi harga kebutuhan pokok selama Lebaran.
  19. Maraknya kasus penipuan karena desakan kebutuhan.
  20. Kebakaran karena ketiduran ketika masak ketupat.
  21. Kelengangan lalu-lintas di kota-kota besar, seperti Jakarta.
  22. Minat masyarakat terhadap mobil/kendaraan sewaan untuk mudik.
  23. Pemunculan spanduk-spanduk unik.
  24. Kemacetan lalu-lintas, karena sapi/kerbau menyeberang jalan.
  25. Kisah meraup keuntungan pada masa arus mudik/balik.
  26. Kisah sukses/gagal perantau yang pulang mudik.

Selain menyiarkan berita-berita aktual dan informasi faktual, presenter atau reporter dalam siaran khusus Lebaran perlu selalu mengingatkan/menghimbau warga masyarakat calon pemudik, agar:

  1. Tidak lupa mematikan kompor sebelum meninggalkan rumah.
  2. Tidak lupa mencabut regulator kompor gas.
  3. Tidak lupa mencabut kabel setrika, dispenser, rice cooker, dan lain-lain.
  4. Tidak lupa memadamkan listrik rumah secara menyeluruh.
  5. Tidak lupa mengunci lemari yang berisi surat-surat penting.
  6. Tidak lupa memeriksa ulang kunci-kunci pintu dan jendela.
  7. Menitipkan binatang peliharaan kepada orang yang dapat dipercaya.
  8. Menyediakan makanan yang cukup bagi binatang peliharaan.
  9. Tidak lupa memeriksa kelengkapan kendaraan, sebaiknya ke bengkel.
  10. Tidak lupa membawa surat-surat penting.
  11. Khusus bagi calon pemudik yang tinggal di kawasan banjir, diingatkan agar tidak lupa memindahkan barang-barang elektronik (barang penting lainnya) ke atas meja atau ke tempat yang lebih tinggi.
  12. Tidak lupa ”menitipkan” rumah kepada tetangga terdekat yang dipercaya.
  13. Menaati aturan lalu-lintas saat berkendaraan (jabarkan sesuai UU lalu-lintas)

Demikianlah beberapa pedoman sederhana bagi media dalam  mempersiapkan liputan mudik Lebaran. Media perlu menyadari sepenuhnya bahwa liputan mudik tidak semata-mata ritual atau kewajiban tahunan untuk mengejar rating, melainkan penyelenggaraannya didasari oleh semangat mewujudkan keinginan bersama memberi pelayanan terbaik kepada publik. Selamat (meliput) mudik Lebaran!


[1] Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, peneliti di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) Yogyakarta dan Pemantau Regulasi dan Yegulator Media (PR2MEDIA) Yogyakarta. Sebagian materi tulisan ini dikutip dari buku “Indonesia Lebaran Bersama RRI” yang diedit oleh penulis.